Rabu, 18 November 2015

Tafsir Tahlili dan Tafsir Maudhu'i


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al Quran merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril. Sebagai mukjizat, tentu ia menjadi petunjuk atau way of life bagi manusia beriman. Sebagai pedoman, alquran memiliki elektabilitas yang tinggi. Sempurna susunannya, maknanya, juga keindahan bahasanya. Al Quran juga memiliki penjelasan-penjelasan yang akurat mengenai akidah, akhlak, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan yang paling lurus dalam pemikiran dan amal. Namun,  Allah SWT tidak menjamin perincian-perincian dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafadz Al-Qur’an yang membutuhkan tafsir, apalagi sering digunakan susunan kalimat yang singkat namun luas pengertiannya.
                        Tafsir Al Quran memiliki kepentingan dalam memberikan penjelasan maksud dari ayat-ayat yang masih global dan sulit untuk dimengerti. Apalagi di dalam Al Quran memang terdapat beberapa ayat yang maknanya luas dan tidak mudah untuk dimenegerti. Dengan demikian, tafsir ditempuh sebagai upaya membantu mengatasi beberapa kesulitan tersebut. Sehingga beberapa mufasir menggunakan corak dan metode tafsir yang berbeda-beda. Diantara adalaha tafsir yang akan pemakalah bahas, yaitu tafsir tahlili dan maudhu’i.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tafsir Tahlili
1.      Pengertian Tafsir Tahlili
Tafsir Tahlili adalah upaya menafsirkan Al Qur’an dengan cara mengkaji ayat-ayat Al Qur’an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat, surat demi surat sesuai dengan urutan dalam mushaf Usmani. Pengkajian metode ini ditempuh dengan mengurangi kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang yang di istinbatath-kan dari ayat serta mengemukakan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Untuk itu para mufassir merujuk kepada sebab-sebab turun ayat, hadist-hadist Rasulullah SAW dan riwayat dari para sahabat dan tabi’in.[1]
Al-tafsir tahlili juga memiliki pengertian  suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al Qur’an dari seluruh aspeknya. Dalam metode tafsir tahlili, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun dalam mushaf utsmani. Penafsir mulai menganalisis ayat dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. [2]
Penafsir kemudian menjelaska arti yang dikehendaki ayat, sasaran yang dituju  dan kandungan ayat, menjelaskan apa yang diistinbatkan dari ayat serta mengemukakan munasabah atau korelasi antara ayat-ayat dan hubungannya dengan surat sebelum dan sesudahnya.[3]
Namun dalam buku yang berjudul Metodologi Ilmu Tafsir, Abdul Muin menjelaskan bahwa tafsir tahlili juga menjelasakn unsur-unsur i’jaz dan balaghah, serta kandungannya dalam berbagai aspek pengetahuan dan hukum. Penafsiran dengan metode tahlili juga tidak mengabaikan aspek asbabun nuzul suatu ayat, munasabah (hubungan) ayat-ayat Al Qur’an antara satu sama lain. [4]
Dalam buku lain dipaparkan bahwa salah satu corak penafsiran Al Qur’an yang muncul sejak akhir abad II/awal abad III H-periode pembukuan tafsir sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri adalah corak penafsiran yang dalam istilah Dr. Abdul Hayy Farmawi disebut tafsir at-tahlili. Corak penfsiran ini berusaha menerangkan ayat-ayat Al Qur’an dari berbagai seginya berdasarkan uruan-urutan ayat dan surat dalam mushaf. Ia juga menonjolkan pengertian dan kandungan lafadh-lafadhnya, hubungan ayat-ayatnya, sebab-sebab nuzulnya, hadis-hadis nabi SAW. Yang ada kaitannya dengan ayat itu  serta pendapat sahabat dan tabiin atau pendapat para mufassir lainnya.[5]
            Metode tahlili digunakan oleh penafsir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dilakukan dengan menempuh cara sebagai berikut:
a.    Menyebutkan sejumlah ayat pada awal pembahasan
Pada setiap pembahasan dimulai dengan mencantumkan satu ayat,  dua ayat, atau tiga ayat Al Qur’an untuk maksud tertentu, yaitu keterangan global (ijmal) bagi surat dan menjelaskan maksudnya yang mendasar.[6]
b.   Menjelaskan arti kata-kata yang sulit
Setelah menafsirkan dan menyebutkan ayat-ayat yang akan dibahas kemudian diuraikan lafadz yang sulit bagi kebanyakan pembaca. Penafsir meneliti muatan lafadz itu kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memerhatikan berbagai hal yang munasabah dengan ayat itu.[7]
c.    Memberikan garis  besar maksud beberapa ayat.
Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks  kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu.[8]
d.   Menerangkan konteks ayat
Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu.[9]
e.    Menerangkan Sebab-sebab turun ayat.
Menerangkan sebab-sebab turun ayat  dengan berdasarkan riwaat sah.  Dengan mengetahui sebab turun ayat  akan membantu dalam memahami ayat. Hal ini dapat dimengerti karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat.[10]
f.    Memerhatikan keterangan-keterangan yang bersumber dari nabi dan sahabat atau tabi’in.
Cara menafsirkan Al Qur’an yang terbaik adalah mencari tafsirannya dari Al Qur’an, apabila tidak dijumpai  di dalamnya maka mencari  tafsirannya dari sunnah. Apabila sunnah tidak dijumpai, maka dikembalikan kepada perkataan sahabat dan tabiin.[11]
g.   Memahami disiplin ilmu tertentu.
Dinamika transformasi peradaban akan membawa pengaruh terhadap pemahaman Al Quran. Sudah jelas Al Qur’an sangat menghargai transformasi peradaban yang sarat dengan inovasi-inovasi ilmiah. Alqur’an  sangat menghargai penemuan-penemuan ilmiah dengan berprinsip pada  ada tidakya redaksi ayat yang dapat membenarkan penemuan itu.[12]
2.      Ciri-ciri Metode Tafsir Tahlili
Dalam makalah ini penulis merasa perlu untuk mengutip beberapa ciri-ciri dari metode tafsir tahlili. Adapaun ciri-ciri metode tafsir tahlili sebagai berikut: 
a.    Membahas segala sesuatu yang menyangkut satu ayat itu
b.   Tafsir at-tahlili terbagi sesuai dengan bahasan yang ditonjolkannya, seperti hukum, riwayat dan lain-lain.
c.    Pembahsannya disesuikan menurut urutan ayat.
d.   Titik beratnya adalah lafadznya
e.    Menyebutkan munasabah ayat, sekaligus untuk menunjukkan wihdah Al-qur’an
f.    Menggunakan asbab annuzul
g.   Mufasir beranjak ke ayat lain  setelah ayat itu dianggap selesai meskipun masalahnya belum selesai, karena akan diselesaikan oleh ayat lain
h.   Persoalan yang dibahas tuntas .[13]



3.      Wujud Tafsir Al Qur’an dengan Metode Tafsir Tahlili
Para ulama membagi wujud tafsir alquran dengan metode tahlili dengan metode tahlili kepada tujuh macam bagian, yaitu  tafsir bil ma’sur, tafsir bilra’yu, tafsir sufi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi, tafsir falsafi, dan tafsir adabi.[14]
a.    Tafsir bi al-Ma’sur
Tafsir bi al-ma’sur adalah penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat dengan hadist, yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami para sahabat, atau penafsiran ayat, dengan hasil ijtihad para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hassil ijtihad para tabi’in.[15]
b.   Tafsir bi Ar-ra’yi
Tafsir bi ar-ra’yi adalah  penafsiran alqur’an dengan ijtihad, terutama setelah seorang penafsir itu betul-betul mengetahui perihal bahasa arab, asbabunnuzul, nasikh mansukh dan hal-hal lain yang diperlukan  lazimnya seorang penafsir.[16]
c.    Tafsir Sufi
Penafsiran yang dilakukan oleh para sufi pada umumnya dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkpan tersebut tidak dapat dipahami kecuali orang-orang sufi dan yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawuf.[17]
d.   Tafsir Fiqmuhi
Tafsir fiqhi ialah penafsir ayat alqur’an yang dilakukan oleh tokoh madzhab untuk dapat dijadikan sebagai dalil atas kebenaran madhabnya.  [18]
e.    Tafsir Ilmi
Aliran tafsir ini mencoba menafsirkan ayat-ayat keuniyah yang terdapat dalam al-qur’an dengan mengkaitkannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekaranng. [19]
f.    Tafsir Falsafi
Aliran tafsir falsafi adalah penafsiran ayat-ayat Al qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Penafsiran ini berupaya mengkompromikan atau mencari titik temu antara filsafat dan agama serta berusaha berusaha menyingkirkan segala pertentangan diantara keduanya.[20]
g.   Tafsir Adabi
Aliran tafsir adabi muncul sebagai akibat perkembangan kehidupan modern. Aliran tafsir ini  mempunyai karakteristik yang berebeda dari corak tafsir lainnya memiliki corak tersendiri yang betul-betul bagi dunia bagi dunia tafsir.[21]
B.     Tafsir Maudhu’i
1.      Definisi Tafsir Maudhu’i
Tafsir maudhu’i (tematik), ialah upaya menafsirkan Al Qur’an dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-qur’an yang berbicara tentang satu masalah (tema) serta mengarah pada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam Al Qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya.[22]
Terdapat dua cara dalam tata kerja metode tafsir maudu’i. Pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Al Qur’an yang berbicara tentang satu masalah (maudhu’/tema) tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam berbagai surat Al Qur’an. Kedua, penafsiran yang dilakukan berdasarkan surat Al Qur’an.[23]  
2.      Prosedur Tafsir Maudhu’i
Metode maudhu’i (tematik) dalam format dan prosedur yang jelas sesungguhnya belum lama lahir. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh DR. Ahmad As Sa’id Al Kumi,  beliau adalah ketua jurusan Tafsir di Universitas Al Azhar’.
Al-Farmawi mengemumukakan ada enam langkah yang mesti dilakukan apabila seseorang ingin menggunakan metode maudu’i. Langkah-langkah untuk menggunakan metode mudhu’i sebagai berikut.
a.       Memilih menetapkan masalah Al Qur’an yang akan dikaji secara maudu’i
b.      Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan , ayat makkiyah dan ayat madaniyah
c.       Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya atau asbabun nuzul
d.      Mengetahui hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing suratnya
e.       Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna, dan sistematis
f.       Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadis bila dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna.[24]
3.      Perbedaan Metode Maudhu’i dengan Metode Tafsir Tahlili

Metode Tahlili
Metode Maudhu’i (Tematik)
1. Mufassir terikat dengan susunan ayat sebagaimana tercantum dalam mushaf.


2. Mufassir berusaha berbicara menyangkut beberapa tema yang ditemukan dalam satu ayat.



3. Mufassir berusaha menjelaskan segala sesuatu yang ditemukan dalam satu ayat.

4. Sulit ditemukan tema-tema tertentu yang utuh.

5. Sudah dikenal sejak dahulu dan banyak digunakan dalam kitab-kitab tafsir yang ada.[25]
1. Mufassir tidak terikat dengan susunan ayat dalam mushaf, tetapi lebih terikat dengan urutan masa turunnya ayat, atau kronologi kejadian.
2. Mufassir tidak berbicara tema lain selain tema yang sedang dikaji. Oleh karena itu, ia dapat mengangkat tema-tema Al Qur’an yang masing-masing berdiri sendiri dan tidak bercampur aduk dengan tema-tema lain.
3. Mufassir tidak membahas segala permasalahan yang dikandung oleh satu ayat, tetapi hanya berkaitan dengan pokok bahasan.
4. Mudah untuk menyususn tema-tema Al Qur’an yang berdiri sendiri.

5. Walaupun benihnya ditemukan sejak dahulu, sebagai sebuah metode penafsiran yang jelas dan utuh baru dikenal belakangan ini. [26]

Dari uraian penjelasan tentang perbedaan metode maudhu’i dengan metode tahlili di atas, penulis menyimpulkan bahwa penafsiran Al Qur’an yang menggunakan metode maudhu’i lebih mudah diterima oleh  masyarakat pada umumnya. Alasannya, karena metode maudhu’i lebih memfokuskan pada pembahasan yang berkaitan dengan pokok bahasan. Seperti pada contoh berikut :
Pembahasan Khusus tentang harta mereka seperti pada ayat-ayat berikut:
Ÿwur (#qç/tø)s? tA$tB ÉOŠÏKuŠø9$# žwÎ) ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4Ó®Lym x÷è=ö7tƒ ¼çn£ä©r& (
dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. (QS. Al An’am: 152)
(#qè?#uäur #yJ»tFuø9$# öNæhs9ºuqøBr& ( Ÿwur (#qä9£t7oKs? y]ŠÎ7sƒø:$# É=Íh©Ü9$$Î/ (
dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk (QS. An Nisa: 2).

Kedua ayat di atas membahas tentang satu tema yang khusus berkaitan dengan harta mereka (anak yatim), dengan mengkelompokkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tema yang ditentukan akan lebih memudahkan masyarakat umum dalam mempelajarinya.
4.      Keistimewaan Tafsir Maudhu’i
Metode tafsir maudhu’i ini, jika dicermati lebih sesuai dengan selera, pemikiran dan kepentingan manusia saat ini, dan sejalan dengan perkembangan zaman modern, zaman yang para generasinya sedang dihadapkan berbagai kebingungan. Di antara keistimewaan metode tafsir maudhu’i adalah sebagai berikut:
a.       Metode ini menghimpun semua ayat yang memiliki kesamaan tema. Ayat yang satu menjelaskan ayat yang lain, dalam beberapa hal sama dengan tafsir bil ma’tsur, lebih mendekati kebenaran dan jauh dari kekeliruan.
b.      Peneliti dapat menangkap ide Al Qur’an yang sempurna dari ayat-ayat yang memeiliki kesamaan tema.
c.       Metode ini dapat menyelesaikan kesan kontradisksi antara ayat Al Qur’an yang selama ini dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki maksud jelek, dan dapat menghilangkan kesan permusuhan antara agama dan ilmu pengetahuan.
d.      Metode ini sesuai dengan tuntutan zaman modern yang mengharuskan kita merumuskan hukum-hukum universal yang bersumber dari Al Qur’an bagi seluruh negara Islam.
e.       Semua juru dakwah baik yang profesional maupun amatiran, dapat menangkap seluruh tema-tema Al Qur’an. Memungkinkan mereka untuk sampai pada hukum-hukum Allah dengan cara yang jelas, dan mendalam serta memastikan kita untuk menyikap rahasia dan kemuskilan Al Qur’an sehingga hati dan akal kita merasa puas terhadap aturan-aturan yang ditetapkanNya kepada kita.
f.       Metode ini dapat membantu para pelajar secara umum untuk sampai pada petunjuk Al Qur’an tanpa harus menyimak uraian kitab-kitab tafsir yang beragam.
g.      Kebutuhan masyarakat modern seperti saat ini membutuhkan metode tafsir yang lebih cepat menemukan pesan-pesan Al Qur’an, sehingga metode ini lebih banyak digunakan saat ini, karena pembahasannya langsung pada tema yang ditentukan. [27]







BAB III
KESIMPULAN
Beberapa penjelasan terkait dengan metode tafsir tahlili dan metode tafsir maudhu’i tersebut dapat diambil kesimpulan seperti berikut :
a.       Metode tafsir tahlili merupakan upaya menafsirkan Al Qur’an dengan cara mengkaji ayat-ayat Al Qur’an dari segala segi dan maknanya sesuai urutan dalam mushaf Usmani. Penafsir juga menjelaskan kosa kata dalam ayat tersebut dan menjelaskan makna yang terkandung di dalamnya.
b.      Ciri-ciri dari metode tafsir tahlili, bahwa penafsiran menggunakan metode ini dilakukan secara menyeluruh, pembahasannya disesuaikan dengan urutan dalam mushaf, persoalan yang dibahas tuntas, dan titik beratnya ada pada lafadznya.
c.       Para ulama membagi wujud tafsir alquran dengan metode tahlili dengan metode tahlili kepada tujuh macam bagian, yaitu  tafsir bil ma’sur, tafsir bilra’yu, tafsir sufi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi, tafsir falsafi, dan tafsir adabi.
d.      Metode tafsir maudhu’i merupakan upaya menafsirkan Al Qur’an dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat al-qur’an yang berbicara tentang satu masalah (tema) serta mengarah pada satu pengertian dan satu tujuan, sekalipun ayat-ayat itu turunnya berbeda, tersebar pada berbagai surat dalam Al Qur’an dan berbeda pula waktu dan tempat turunnya. Metode tafsir ini lebih banyak digunakan pada saat ini karena metode ini menafisrkan Al Qur’an dengan mengkaji ayat-ayat Al Qur’an yang mempunyai tema yang sama dan saling berkaitan. Sehingga masyarakat umum lebih mudah memahami makna yang terkandung dalam Al Qur’an. 
e.       Langkah-langkah dalam menggunakan metode tafsir ini yang paling utama adalah menentukan tema atau masalah yang akan dibahas, mengumpulkan ayat-ayat Al Qur’an yang memiliki tema yang sama  dan menyusun kerangka pembahasan yang pas, utuh dan sistematis.
f.       Perbedaan yang sangat terlihat dari kedua metode tafsir tersebut, bahwa metode tafsir tahlili menafsirkan ayat dengan mengkaji secara keseluruhan. Sedangkan metode tafsir maudhu’i hanya berdasarkan tema atau masalah yang ditentukan.



DAFTAR PUSTAKA

Addul Hayy Al Farmawi, Metode Tafsir Mudhu’i, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Abd. Muin salim,  Metodologi Ilmu Tafsir, Yogakarta: Teras, 2010
Rachmat Syafi’I, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka SETIA, 2006
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta: Pustaka Belajar,  2007

Syahiron Syamsuddin, Studi Al Quran Metode dan Konsep,Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010



[1] Syahiron syamsuddin, Studi Al Quran Metode dan Konsep,Yyogyakarta: eLSAQ Press, 2010, hlm. 5
[2] Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta: Pustaka Belajar,  2007, hlm. 67
[3] Ibid, hlm. 67
[4] Abd. Muin salim,  Metodologi Ilmu Tafsir, Yogakarta: Teras, 2010, hlm. 42
[5] Rachmat Syafi’I, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka SETIA, 2006, hlm. 241
[6] Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran...hlm. 68
[7] Ibid, hlm. 68
[8] Ibid, hlm. 69
[9]  Ibid,hlm. 69
[10] Ibid, hlm. 69 
[11] Ibid, hlm. 69
[12] Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran...hlm. 70
[13] Rachmat Syafi’I, Pengantar Ilmu Tafsir, ... hlm. 241-242
[14] Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran...hlm.70
[15] Ibid, hlm. 70
[16] Ibid, hlm . 71 
[17] Ibid, hlm . 71 
[18] Ibid, hlm . 72
[19] Ibid, hlm . 73
[20] Ibid, hlm. 73
[21] Ibid, hlm. 73
[22] Syahiron syamsuddin, Studi Al Quran Metode dan Konsep,... hlm.6
[23] Abd. Muin salim,  Metodologi Ilmu Tafsir ,...hlm. 47
[24] Addul Hayy Al Farmawi, Metode Tafsir Mudhu’i, Bandung: Pustaka Setia, 2002, hlm. 51
[25] Ibid, hlm. 53
[26] Ibid, hlm. 53
[27] Ibid, hlm. 55-56

1 komentar:

  1. baca juga http://www.ruangwacana.com/2017/07/metodologi-tafsir-tahlili-ijmali-muqaran-maudhui.html sebagai referensi tambahan

    BalasHapus