Kamis, 05 November 2015

Makalah Hadist Pilihan Hidup


BAB 1
PENDAHULUAN
Dunia adalah tempat manusia melakukan ikhtiar atau usaha. Allah SWT menjadikan manusia itu paling sempurna di antara makhluk lainnya, manusia diciptakan dengan dianugerahi panca indra yang meliputi, penglihatan, pendengaran, peraba, pengecap dan pembau, serta dilengkapi dengan kekuatan akal fikiran. Segala kenikmatan yang diberikan  oleh Allah SWT tersebut sebagai alat yang digunakan untuk melewati perjalanan hidup yang akan dilalui oleh masing-masing individu.
Selain dengan kenikmatan berupa jasmani maupun rohani, manusia juga diberikan ujian dan cobaan setiap langkah hidupnya. Manusia akan selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus ditentukan dalam kehidupannya. Sesungguhnya bagi manusia ujian terbesar dalam hidup adalah menentukan pilihan.
Allah SWT akan menghadapkan manusia pada jalan menuju kebaikan maupun kesesatan. Manusia diberikan hak untuk memilih jalan tersebut, karena disitulah manusia diuji keimanannya oleh Allah. Apakah manusia itu selalu mengedepankan ketaatan dan ketundukkannya kepada Sang Pencipta, atau sebaliknya hanya mementingkan kenikmatan-kenikmatan yang bersifat duniawi.
Dalam hal penentuan pilihan, tidak terlepas dari petunjuk yang terbaik dariNya. Maka dalam Firman- FirmanNya banyak peringatan dan dan perintah untuk selalu berpegang teguh pada ajaranNya. Hal itu dikuatkan oleh hadist-hadist Nabi, yang menjelaskan cara meminta petunjuk kepada Allah atas jalan terbaik dalam menapaki perjalan hidup.
Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa hadist-hadist Nabi tentang pilihan dalam hidup. Terdapat empat macam pilihan hidup yang akan dijelaskan dalam makalah ini beserta hadist-hadist Nabi yang mendasarinya.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hakikat Hidup
Pada dasarnya seluruh manusia memiliki tujuan dalam hidupnya. Dalam Al Qur’an Allah berulang kali mengingatkan kita akan tujuan hidup. Seperti dalam Firman Allah SWT:
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya (QS. Huud,11:7)
Ayat ini memberikan pemahaman penuh akan tujuan hidup bagi orang-orang yang beriman. Mereka mengetahui bahwa hidup ini adalah tempat mereka diuji dan dicoba oleh Pencipta mereka. Karenanya, mereka berharap untuk berhasil dalam ujian ini dan mencapai surga serta kesenangan yang baik dari Allah.[1]
Manusia diberi kesempurnaan berupa akal dan fikiran yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Allah juga menjadikan langit dan bumi sebagai tempat bagi makhlukNya untuk tinggal serta tempat untuk berusaha dan beramal. Sebagai makhluk yang diberi kesempurnaan tersebut, manusia hendaknya lebih mampu dan bijak dalam menentukan tujuan-tujuan dalam hidupnya. Ketika manusia itu hidup tetapi tidak memiliki tujuan, akan sangat merugi bagi dirinya sendiri. Selain tempat untuk berusaha dan beramal, dunia ini juga tempat untuk manusia diuji dan dicoba oleh Sang Pencipta. Allah akan menilai siapa diantara manusia itu yang lebih banyak amalnya dan patuh kepadaNya.  
B.     Hidup adalah Pilihan  
Dalam diri manusia terkandung berbagai sifat hewani yang tercermin dalam berbagai kebutuhan fisik yang harus dipenuhi demi kelangsungan hidupnya. Terkandung pula sifat malaikat yang tercermin dalam kehidupan spiritualnya untuk mengenal Allah dan beriman kepadaNya. Manusia kadang-kadang tertarik oleh kebutuhan hawa nafsu fisiknya, namun terkadang juga tertarik oleh kebutuhan spiritualnya. Dua hal tersebut memang sudah diciptakan Allah untuk dihadapi manusia di dunia, sehingga Allah bukakan pilihan dalam hidup, untuk menguji manusia mana yang akan dipilihnya, tunduk pada hawa nafsu yang hanya bersifat materi atau cenderung tunduk pada aturanNya. [2]
Penjelasan di atas menggambarkan bahwa Allah menciptakan manusia itu dengan pilihan-pilihan hidup yang manusia itu sendiri harus mampu menentukannya. Allah tidak memaksa manusia itu harus tunduk kepadaNya, namun juga diberikan ujian berupa pilihan untuk jalan mana yang harus diambil untuk mencapai ridhoNya.
Dalam diri manusia ada kesiapan untuk melakukan kebaikan dan kesiapan untuk keburukan. Manusia siap untuk mengikuti kebenaran dan petunjuk Allah, sebaliknya manusia juga siap untuk tunduk mengikuti hawa nafsu fisiknya, dan tenggelam dalam kenikmatan duniawinya. Ujian sebenarnya untuk manusia di dunia ini adalah dalam menentukan pilihan jalan hidup. [3]
Pada dasarnya manusia yang terlahir di dunia ini mempunyai hati yang suci, tunduk dan patuh terhadap Sang Pencipta. Disisi lain dalam diri manusia terdorong untuk mengikuti keinginan yang bersifat duniawi. Segala aktifitas kesehariannya untuk memenuhi kehidupan di dunia saja, terkadang lupa akan kepentingan kelak di akhirat. Manusia yang hidup di dunia ini selalu diuji keimanannya, dan ujian terbesar dalam kehidupan adalah menentukan dan memilih jalan yang terbaik.
Rasulullah SAW bersabda:
“Musuhmu yang terbesar adalah dirimu yang ada di dalam. Barangsiapa bisa mengendalikan atau menundukkannya, ia akan terlindung dari aniaya.[4]
Makna yang terkandung dalam hadist tersebut, bahwa godaan atau ujian terbesar dalam hidup terletak dalam pribadi masing-masing, yaitu dalam mnegendalikan hawa nafsu. Rasulullah SAW bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَتيْ لَنْ تَضِلُوْا بَعْدَ هُمَا كَتَا بَ الّلهِ وَ سُنَّتيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّي يَرِدَا عَلَنَّي الْحَوْضُ
 [صح الأ لبا ني في الجامع]
“Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, tidak akan kalian tersesat setelah kutinggalkan keduanya (jika kalian berpegang pada keduanya, namun jika kalian tidak berpegang pada keduanya tentu tersesat) yaitu Al Qur’an dan Sunahku. Al Qur’an dan Sunahku jangan sampai dipisah pisahkan. Pasti ketemu denganku nanti di telaga surga.”(shahih al abani dalam kitab jami’)
Hadist tersebut menjelaskan bahwa manusia dilahirkan di dunia ini selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan. Peringatan yang diberikan Rasulullah SAW bahwa manusia harus selalu berpegang teguh pada dua hal yaitu Al Qur’an dan Sunnah. Beliau tidak memaksakan kehendak seseorang harus memilih yang benar, tetapi beliau memberikan pandangan tentang dampak positif dan negatif dari dua hal tersebut. Jika mampu berpegang teguh pada keduanya surga adalah jaminannya, namun sebaliknya jika tidak berpegang pada keduanya akan tersesat dalam langkahnya. Hal itu dapat diambil kesimpulan bahwa manusialah yang harus menentukan sendiri jalan mana yang harus dilalui dalam mencapai kemuliaan di dunia ataupun di akhirat.
Manusia juga dihadapkan pada dua jalan, seperti dalam Firman Allah SWT:
“ Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.”(QS. Al Balad: 10)
Yaitu dua jalan: jalan kebaikan dan jalan keburukan. Artinya kami telah menjelaskan kedua jalan tersebut dengan mengutus para Rasul. Qatadah telah meriwayatkan, beliau berkata: diceritakan kepada kami bahwa Nabi SAW bersabda:
“ Wahai sekalian manusia, telah dijadikan untuk kalian dua jalan, jalan kebaikan dan jalan keburukan, maka mengapa kalian lebih mencintai jalan keburukan daripada kebaikan?[5]
Dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan pada pilihan, dalam ayat tersebut juga dijelaskan bahwa manusia dihadapkan pada jalan kebaikan maupun keburukan. Hadist di atas menjelaskan bahwa manusia hendaknya memilih jalan menuju kebaikan.
Al Qur’an dan hadis-hadis nabi mengajarkan tentang cara menentukan pilihan, yaitu dengan cara “ Shalat istikharah”(HR. Bukhari dari Jabir).[6]
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, beliau berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajari para sahabatnya untuk shalat istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surat dari Al Qur’an. Beliau bersabda, “Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu dan kemudian hendaklah ia berdo’a:
Ya Allah, aku  memohon pilihan-Mu dengan ilmu yang Engkau miliki, aku memohon kemampuan kepada-Mu dengan kemampuan yang Engkau miliki, dan aku memohon kepada-Mu dari keutamaan-Mu yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa perkara ini baik untukku, baik untuk keimananku, kehidupanku, maupun masa depanku-atau ucapkan-untuk sekarang dan untuk masa depan, maka mudahkanlah urusan ini untukku. Lalu, jadikan urusan ini membawa berkah untukku. Jika Engkau tahu bahwa perkara ini buruk bagiku, baik untuk keimananku, penghidupanku, maupun masa depanku –atau ucapkan- sekarang dan untuk masa depan, maka jauhkanlah urusan ini dariku, dan berikanlah yang terbaik untukku, bagaimanapun juga, dan ridhailah aku dengan urusan itu.”
Imam Nawawi berkata, “ setelah melakukan istikharah, hendaknya ia melakukan urusan yang dipermudah baginya. Sebaiknya tidak bersikeras dengan keinginannya yang menggebu sebelum istikharah. Kalau tidak, apa gunanya ia beristikharah atau bisa dikatakan, ia tidak sungguh-sungguh, tentu ia tidak lagi terpaku pada kemampuan dan pilihannya sendiri.”[7]
Berdasarkan hadist tersebut bahwa Rasulullah SAW telah memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan shalat dua raka’at selain shalat fardhu, dan berdo’a kepada Allah agar dipertunjukkan kepada urusan yang terbaik untuk dipilih. Menganjurkan bagi umatnya untuk melakukan shalat istikharah saat dihadapkan pada urusan yang mempunyai tingkat kepentingan yang sama. Jadi dapat disimpulkan bahwa Allah menguji manusia itu dengan dihadapkan pada urusan-urusan yang manusia itu sendiri harus mampu untuk memilihnya, namun Allah juga tidak membiarkan hambaNya untuk terjerumus pada pilihan yang salah, dengan penjelasan hadist di atas membuktikan bahwa masih ada alternatif yang bisa dilakukan dalam menyikapi pilihan-pilihan hidup yang akan selalu dihadapi oleh manusia.


C.    Macam-macam pilihan hidup
Pada umumnya pilihan-pilihan yang sering dihadapi oleh manusia itu ada beberapa macam, seperti: pilihan tentang jodoh, pilihan tentang karir, pilihan tentang memilih pemimpin dan pilihan tentang memilih teman. Dalam makalah ini akan membahas empat topik tersebut, karena keempat perkara itulah yang sering dihadapi oleh masyarakat pada umumnya.
Pertama, pilihan tentang jodoh, baik berlaku dalam memilih calon istri maupun calon suami hendaknya memilih atas dasar agama dan akhlaknya. Wajib menjadikan agama sebagai syarat utama, karena agama dapat memberi petunjuk pada akal dan hati. Rasulullah SAW bersabda:
“ wanita dinikahi karena empat alasan: karena harta, keluarga, kecantikan dan ketaatannya kepada agama. Pilihlah wanita yang baik agamanya jika engkau tidak ingin jatuh miskin. (H.R. Bukhari dan Muslim)[8]
Artinya bahwa dalam memilih calon istri aspek-aspek tersebut yang harus diperhatikan, karena seorang istri berperan penting sebagai pasangan hidup, pengurus rumah tangga, ibu bagi anak-anak dan sebagai tambatan hati bagi suami. Maka islam menganjurkan dalam memilih istri melihat ketaatannya terhadap ajaran agama, memegang teguh nilai kebaikan, menjaga hak suami dan melindungi anak-anaknya.
Seperti memilih calon istri, dalam pemilihan calon suami juga terdapat aspek penting yang perlu diperhatikan. Wali wanita harus berhati-hati memilih pasangan bagi buah hatinya, seperti dalam kutipan ini :
“ Aisyah ra. Berkata” Pernikahan itu ibarat perbudakan. Karena itu, hendaklah kalian berhati-hati, kepada siapa akan menyerahkan buah hatinya.”
Rasulullah SAW  bersabda:
مَنْ زَوَّجَ كَرِيْمَتَهُ مِنْ فَا سِقٍ فَقَدْ قَطَعَ رَحِمَهَا
“ siapa menikahkan buah hatinya dengan lelaki fasik, berarti telah memutuskan hubungan kekeluargaan dengannya.”(h.r Ibnu Hibban dalam kitab Adh-Dhu’afa’dari Anas)[9]
Islam memerintahkan bahwa saat memilih calon suami maupun istri aspek utama yang harus diperhatikan adalah agama dan akhlak, agar mampu menurunkan keturunan yang menjunjung tinggi nilai agama dan moral yang berlaku dimasyarakat. Sehingga diantara keduanya akan siap menghadapi kemungkinan masalah-masalah yang terjadi dalam rumah tangga, karena pondasi utama yang dibangun berdasarkan agama dan akhlaknya.
Kedua, memilih pekerjaan hendaknya yang bersifat halal dan tidak membebani seseorang dalam melakukannya. “ Dari Abi Hurairah r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda:
عن ابي هريرة ر.ض عن النبي صلعم. قَا لَ : كَا نَ دَاوُ وْدَ عَلَيْهِ السَلاَ مَ لاَ يَأْ كُلُ أِلاَّ مِنْ عَمَلِ يَدَ يْهِ [ر وا ه البخاري]
“Adalah Nabi Daud tidak makan melainkan dari hasil usahanya sendiri.”(HR. Bukhari)
 Sebagaimana diceritakan Nabi SAW dalam hadist tersebut, bahwa apa yang dimakan oleh Nabi Daud as adalah hasil jerih payahnya sendiri dengan bekerja yang menghasilkan sesuatu sehingga dapat memperoleh uang untuk keperluan hidup sehari-hari.[10] Dapat disimpulkan bahwa dalam memilih pekerjaan sebaik-baiknya adalah pekerjaan yang mampu dikerjakan dengan usaha dan kemampuan sendiri bukan dari hasil meminta-minta. Nikmat rizqi yang dihasilkan dari jerih payah kemampuan sendiri akan lebih berharga dibandingkan dengan cara-cara yang menyimpang dari ajaran agama.
Ketiga, memilih calon pemimpin seharusnya pemimpin yang mampu berlaku adil pada anggotanya. Seperti yang disebutkan dalam hadist berikut:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَّامٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ خُبَيْبِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فِي خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسْجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ
Abu Hurairah r.a berkata, Nabi SAW bersabda: ada tujuh macam orang yang bakal bernaung di bawah naungan Allah, pada hati tiada naungan kecuali naungan Allah: Imam (pemimpin yang adil), dan pemuda yang rajin beribadah kepada Allah, dan orang yang hatinya selalu gandrung dengan masjid, dan dua orang yang saling kasih sayang karena Allah, baik waktu berkumpul atau berpisah, dan orang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan nan cantik, maka menolak dengan kata: saya takut kepada Allah, dan orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan orang yang berdzikir ingat pada Allah sendirian hingga mencucurkan air matanya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dijelaskan dalam hadist tersebut terdapat tujuh golongan orang yang dijamin keselamatannya oleh Allah SWT. Namun sangat ditekankan pada golongan yang pertama, yaitu pemimpin yang adil. Kemaslahatan umat manusia akan sangat bergantung pada pemimpin, maka tanpa adanya pemimpin yang adil, kehidupan yang akan dilalui akan mudah terjebak pada penderitaan yang cukup dalam. Maka islam sangat menganjurkan memilih pemimpin yang mampu bersikap adil pada anggota yang dipimpin.
Keempat, dalam memilih teman Rasulullah menganjurkan untuk memilih teman yang baik dan berhati-hati dari teman yang jelek. Hal ini telah dimisalkan oleh Rasulullah melalui sabdanya:
“ Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (shalihah) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi,. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu darinya, atau engkau hanya akan menciup baunya. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu atau kamu akan mencium dari bau yang tidak sedap.”(Riwayat Bukhari, kitab Buyuu’ Fathul bari 4/323 dan muslim kitab Albir 4/2026 ).
Berdasarkan hadist di atas, digambarkan bahwa teman itu ada dua macam, pertama teman yang shalihah diumpamakan seseorang pembawa minyak wangi, bagi orang-orang disekitarnya akan tertular aroma wewangian tersebut. Kedua teman yang jahat atau jelek bagaikan tukang peniup api, siapa yang berada disekitarnya akan terkena asap dan percikan api darinya. Perumpamaan tersebut menjelaskan bahwa dalam memilih teman hendaknya memilih teman yang baik, karena teman yang baik akan menularkan hal-hal yang baik pula, namun sebaliknya jika teman itu buruk akan mudah mempengaruhi pada hal-hal yang buruk pula.
BAB III
KESIMPULAN

Pada bab sebelumnya telah banyak dijelaskan tentang hakikat hidup dan hadist –hadist yang berkaitan tentang “ pilihan dalam hidup”. Dalam bab ini akan menyimpulkan beberapa hal penting yang terdapat dalam penjelasan tersebut. Adapun kesimpulan dari makalah ini sebagai berikut:
1.      Manusia hidup di dunia ini pasti mempunyai tujuan dalam hidupnya, seseorang yang tidak memiliki tujuan dari hidup, sama halnya tidak mampu menikmati indahnya kehidupan ini.
2.      Dalam diri manusia terdapat terkandung sifat hewani yang berupa nafsu untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat materiil dan fisik. Ada juga sifat spiritual dan keinginan tunduk atau patuh kepada Sang Pencipta. Ujian terbesar manusia terletak pada dua hal tersebut, antara pilihan memenuhi kebutuhan nafsu atau spiritual. Di antara keduanya seharusnya berjalan dengan seimbang. Tetapi terkadang manusia diuji dengan kegelisahan urusan mana yang terbaik.
3.      Berdasarkan penjelasan dari hadist yang ada Rasulullah meminta umatnya untuk berpegang pada dua hal yaitu Al Qur’an dan Sunnah dalam menghadapi ujian-ujian tersebut. Selain itu juga menganjurkan untuk melakukan shalat dua raka’at selain shalat fardhu, sering disebut dengan shalat Istikharah.
4.      Manusia di dunia ini sering dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup. Macam-macam pilihan tersebut yaitu, pilihan tentang memilih jodoh, pilihan tentang memilih pekerjakaan, pilihan tentang memilih pemimpin dan pilihan dalam memilih teman. Beberapa pilihan tersebut yang sering dialami oleh masyarakat pada umumnya.





DAFTAR PUSTAKA

Anwar Sutoyo,Bimbingan & Konseling Islami,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2013
Erhamwilda, Konseling Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009
Harun Yahya, Fakta-fakta yang Mengungkap Hakikat Hidup, Bandung: Dzikra,2004
Husen Madhal dkk, Hadist BKI, UIN Sunan Kalijaga Fakultas Dakwah
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah Sayid Sabiq Jilid 1, Jakarta: Al-I’tishom,2011
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah Sayid Sabiq jilid 2, Jakarta: Al-I’tishom,2011




[1] Harun Yahya, Fakta-fakta yang Mengungkap Hakikat Hidup, Bandung: Dzikra,2004,hlm. 3
[2] Erhamwilda, Konseling Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hlm. 27-29
[3] Ibid, hlm. 31
[4] Ibid, hlm. 32
[5] Ibid, hlm. 33
[6] Anwar Sutoyo,Bimbingan & Konseling Islami,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2013,hlm. 190
[7] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah Sayid Sabiq Jilid 1, Jakarta: Al-I’tishom,2011,hlm. 296-297
[8] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah Sayid Sabiq jilid 2, Jakarta: Al-I’tishom,2011,hlm. 168
[9] Ibid, hlm. 174
[10] Husen Madhal dkk, Hadist BKI, UIN Sunan Kalijaga Fakultas Dakwah,hlm. 245  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar