BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia di dunia ini diciptakan dengan dibekali akal fikiran, dan
perasaan. Perbedaan manusia dengan makhluk lainnya terletak pada akal, karena
Allah hanya membekali akal kepada manusia, maka manusialah yang disebut dengan
makhluk yang sempurna. Adanya akal adalah untuk manusia itu berfikir, untuk
memperoleh dan memahami ilmu Allah. Dengan ilmu manusia mampu mengerti alam
semesta ini. Dalam FirmanNya Allah juga menjanjiakan bagi orang-orang yang
berilmu akan ditinggikan derajatnya, hal ini sebagai bukti bahwa betapa ilmu
itu sangat dibutuhkan oleh manusia.
Segala amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia ditunjukkan untuk
mencapai ridho Allah, untuk mensyukuri atas kenikmatan yang telah diberikan,
serta bentuk iman dan takwa manusia terhadap Dzat Yang Maha Segalanya. Manusia
memahami baik dan buruknya amal perbuatan yang akan dilakukan adalah
berdasarkan ilmu yang dimilki. Tanpa ilmu manusia tidak mungkin memahami
bagaimana cara beribadah kepadaNya, bagaimana mewujudkan bentuk keimanan
terhadapNya. Bisa diartikan bahwa antara ilmu pengetahuan, iman dan amal itu
mempunyai kesinambungan di antara ketiganya. Dalam makalah ini akan dibahas
tentang ketiga hal tersebut dan beberapa hal terkait ilmu pengetahuan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian dari Ilmu Pengetahuan, Iman dan Amal Shalih ?
2.
Apa
hubungan di antara ketiganya ?
3.
Bagaimana
metode memperoleh ilmu pengetahuan dalam Islam ?
4.
Darimana
sumber ilmu pengetahuan dalam Islam?
5.
Bagaimana
Kedudukan Ilmu dalam Islam ?
6.
Bagaimana
etika penggunaan ilmu pengetahuan dalam Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Pengetahuan, Iman, dan Amal Shaleh
Istilah ilmu dalam pengertian klasik
dipahami sebagai pengetahuan tentang sebab akibat atau asal usul. Gaston
Bachelard menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu produk pemikiran
manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum pemikiran dengan dunia
luar. [1]
Ilmu pengetahuan merupakan upaya
manusia yang secara khusus dengan objek tertentu, terstruktur, tersistematis,
menggunakan seluruh potensi kemanusiaan dan dengan menggunakan metode tertentu,
menyingkapkan tabir yang menutup realitas. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan
memungkinkan manusia lebih leluasa untuk berkomunikasi dengan sesamanya serta
alam semesta dan dengan demikian meningkatkan martabat manusia. Dengan
menemukan kebenaran maka kualitas manusia menjadi teruji, dengan ilmu pengetahuan
maka manusia menjadi makhluk paling mulia di muka bumi ini. [2] Seperti
dalam Firman Allah (QS. Al Mujadallah: 11)
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãZtB#uä
#sÎ)
@Ï%
öNä3s9
(#qßs¡¡xÿs?
Îû
ħÎ=»yfyJø9$#
(#qßs|¡øù$$sù
Ëx|¡øÿt
ª!$#
öNä3s9
( #sÎ)ur
@Ï%
(#râà±S$#
(#râà±S$$sù
Æìsùöt
ª!$#
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
öNä3ZÏB
tûïÏ%©!$#ur
(#qè?ré&
zOù=Ïèø9$#
;M»y_uy
4 ª!$#ur
$yJÎ/
tbqè=yJ÷ès?
×Î7yz
ÇÊÊÈ
Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.[3]
Ilmu pada mulanya timbul dari usaha
manusia dalam kebudayaannya untuk memahami alam yang kemudian diterapkan untuk
memenuhi keingintahuan manusia, perkembangan ilmu merupakan salah satu ciri akal
manusia dalam kebudayaan. Hasrat untuk mencari mata rantai serta benang merah
kesatuan dalam keanekaragaman fakta, data, dan gejala merupakan sumber
inspirasi yang menghasilkan ilmu pengetahuan.[4]
Artinya bahwa ilmu pengetahuan
merupakan hasil dari usaha manusia untuk mengetahui tentang segala sesuatu di
dunia ini, serta menyesuaikan hasil pemikirannya dengan kenyataaan yang
ditemukan di dunia ini.
Pembahasan selanjutnya adalah
tentang makna iman, bahwa dasar pemikiran bagi perjalanan dan kehidupan praktis
ummat manusia menurut istilah Al Qur’an disebut sebagai iman. Kata iman itu
sendiri terdiri dari tiga huruf asal: Hamzah, Mim, dan Nun,
yang merupakan kata kerja dari mashdar al-amn (keamanan). Iman
mengandung arti ketentraman dan kedamaian kalbu, yang dari kata itu pula muncul
kata al-amanah (bisa dipercaya). Yang
dimaksud dengan keimanan seseorang terhadap sesuatu adalah bahwa dalam hati
orang tersebut telah tertanam kepercayaan dan keyakinan tentang sesuatu. Sedangkan
yang disebut kuat iman adalah orang yang sesudah menanamkan keyakinannya,
membangun sepak terjang hidupnya di atas asas yang kokoh dan kuat yang
betul-betul bisa dijadikan pegangan serta memberikan jaminan ketentraman bahwa
amal-amal yang dilaksakannya pasti sesuai dengan keyakinan itu.[5]
Kemudian tentang pengertian amal
shalih menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan yang
sungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah atau menunaikan kewajiban agama
seperti perbuatan baik terhadap sesama manusia. [6]
Dapat diartikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka
beribadah kepada Allah SWT sebagai hambaNya yang bertaqwa untuk mencapai
ridhoNya.
B.
Hubungan antara Ilmu Pengetahuan, Iman dan Amal Shalih
Untuk membahas ilmu, iman dan amal
shalih terlebih dahulu memahami tujuan ilmu. Dalam pemikiran Islam, ilmu itu
memiliki peran instrumen atau sarana untuk mencapai tujuan Islam, yaitu
kebahagiaan di dunia maupun akhirat. Dimana dalam kehidupan di dunia manusia
harus senantiasa mengabdikan diri kepada Allah sebagai hambaNya untuk
memperoleh ridha dan kebahagiaan kelak, oleh sebab itu ilmu harus memiliki
tujuan ke arah ibadah. [7]
Sistem moral dalam Islam berpusat
pada sikap mencari ridha Allah. Ilmu membuahkan iman dan iman membuahkan khusyu’
dan tawadhu’ kepada Allah. Jadi dalam ajaran Islam, sistem moral itulah
yang akan menjadi kontrol atau kendali bagi perbuatan manusia. Ilmu tanpa
kendali iman akan menyesatkan dan akan mendatangkan malapetaka, oleh sebab itu
ilmu, iman dan amal shalih harus selalu seiring dan inheren dalam diri seorang
muslim. [8]
Sebagaimana konsep Islam, bahwa iman
adalah pengakuan dengan lisan dan praktik dalam bentuk amal shalih. Orang yang
berilmu dituntut untuk mengamalkan ilmunya, karena amal adalah buah atau hasil.
Amal disini memiliki arti yang luas, amal untuk dirinya sendiri dan amal untuk
orang lain. Amal untuk dirinya sendiri misalnya, segala ilmu yang dimiliki itu
dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan amal untuk orang lain
misalnya, segala ilmu yang dimiliki itu disampaikan kepada orang lain. [9]
Dalam hal ini, iman merupakan suatu hal
yang sangat sentral dalam sistem pemikiran apapun. Tanpa iman ia akan tinggal
sebagai pendapat yang kosong. Hubungan ilmu dan agama (Islam) adalah hubungan
yang simbiotik, karena agama menyeru kepada pencarian ilmu dan memberikan
posisi mulia bagi para ilmuwan. Agama menjadi pembimbing bagi ilmu agar terarah
dan terkendali langkahnya, menurut Zaitun (1984: 66) ilmu menjadi salah satu
jalan menuju keimanan. [10]
Beberapa penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa hubungan antara ilmu, iman dan amal shalih merupakan satu
kesatuan yang harus dimiliki dalam diri seorang muslim. Dimana ilmu menjadi
penghubung di antara keduanya. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan
hendaknya mengamalkannya baik untuk diri sendiri maupun disebarluaskan kepada
orang lain. Seseorang mengenal siapa Tuhannya berbekal dari ilmu pengetahuan
yang dimiliki, dengan kata lain ilmu pengetahuan akan menumbuhkan iman dalam
diri manusia, menjadi tawadhu dan khusu’ terhadap Tuhannya.
Dengan demikian, antara ilmu pengetahuan, iman dan amal shalih terdapat
keterkaitan diantara ketiganya.
C.
Metode Perolehan Ilmu Pengetahuan
Dalam pembicaraan mengenai masalah
ilmu pengetahuan, yang dimaksudkan dengan metode adalah cara-cara penyelidikan
yang bersifat keilmuan, yaitu sering disebut metode ilmiah. Menurut Titus dkk,
bahwa metode ilmiah berkecenderungan untuk memperoleh pengetahuan benar dan
objektif dan dapat dibuktikan, juga cenderung bermacam-macam, tergantung kepada
watak bahan atau problem yang diselidiki. Selain itu juga menunjukkan beberapa
indikasi antara lain, bersifat observatif (menurut pengamatan ilmiah
dengan menggunakan pengindraan untuk mengambil kesimpulan tentang hubungan,
sebab akibat, serta arti situasi), trial and error(melakukan
percobaan-percobaan untuk memperoleh keberhasilan), ekperimental(peneliti
menggunakan teknik mengontrol keadaan), dan ada yang dengan cara statistik dan
sampling (dengan menentukan sample, peneliti mengumpulkan data-data untuk
dianalisis dan diklasifikasikan untuk kepentingan induksi).[11]
Di dalam sejarah filsafat lazim
dikatakan bahwa pengetahuan diperoleh melalui salah satu dari empat jalan
sebagai berikut:
1.
Pengetahuan
diperoleh dari budi
2.
Pengetahuan
diperoleh dari bawaan lahir
3.
Pengetahuan
diperoleh dari indar-indra khusus, yaitu penglihatan, dan pendengaran
4.
Pengetahuan
berasal dari penghayatan langsung atau ilham. [12]
Pengetahuan
adalah pengalaman yang dirasionalkan. Membudikan pengalaman adalah
mengorganisasikannya. Jadi pengalaman dan budi tidak harus bertentangan sebab
keduanyalah yang membentuk pengetahuan. [13]
Sedangkan pengetahuan dari bawaan lahir seperti pengetahuan tentang cara makan
adalah melalui mulut bukan melalui hidung, atau bisa disebut dengan pengetahuan
dasar yang dimiliki seseorang dalam kehidupannya. Selanjutnya ada pengetahuan
yang diperoleh dari indra, menurut penulis adalah pengetahuan yang diperoleh
seseorang berdasarkan apa yang ia lihat dan ia dengar, seperti mengetahui bahwa
nama benda untuk makan adalah sendok dan piring. Terakhir pengetahuan dari
penghayatan atau ilham, ini adalah pengetahuan yang diperoleh seseorang melalui
pendekatan atau taqarrubnya kepada Allah sehingga memperoleh ilham,
misalnya para Nabi dan Rasul Allah.
D.
Sumber ilmu pengetahuan dalam Islam
Ilmu termasuk filsafat pendidikan
haruslah diambil dari berbagai sumber. Sumber-sumber itu harus dikaitkan dengan
Islam yang terdiri dari akidah, diterima akal sehat, dikaitkan dengan
nilai-nilai akhlak, dan prinsip-prinsip dan fakta-fakta yang tidak dapat
diragukan mengenai alam semesta dan kehidupan, yang terkandung di dalam
sumber-sumber Islam. Sumber pokok Islam adalah Al Qur’an dan Hadist, dapat
menampung tuntutan kehidupan modern dan mengikuti setiap kemajuan kebudayaan
dan peradaban manusia. Al qur’an merupakan sumber utama filsafat umum, filsafat
pendidikan Islam, pembangunan kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik. Jadi
Islam dengan sumber Al Qur’an dan Hadist haruslah merupakan sumber asasi bagi
prinsip dimana ditegakkan filsafat dan teori pendidikan sebab ia mengandung potensi
yang menyeluruh, fleksibel yang menyebabkannya memuat dan meliputi semua
prinsip, nilai baik dan berguna bagi kehidupan manusia yang berasal dari
sumber-sumber lain. [14]
Dalam konteks lain, dalam kehidupan
ini sumber pengetahuan itu sesungguhnya beragam dan berbeda. Para filosofos
Islam menyebutkan beberapa sumber dan sekaligus alat pengetahuan[15],
yaitu:
1.
Alam
tabi’at atau alam fisik
Alam tabi’at merupakan sumber pengetahuan yang barangkali paling
awal dan indra merupakan alat untuk berpengetahuan yang sumbernya tabi’at.
Tanpa indra, manusia tidak dapat mengetahui alam tabi’at. Disebutkan bahwa
barang siapa tidak mempunyai satu indra maka ia tidak akan mengetahui sejumlah
pengetahuan. [16]
2.
Alam
Akal
Kaum rasionalis meyakini bahwa sebenarnya akal menjadi alat
pengetahuan, sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra hanya merekam atau
memotret realita yang berkaitan dengannya, namun yang menyimpan dan mengolah
adalah akal. Tetapi tanpa indra, pengetahuan akal hanya tidak sempurna, bukan
tidak ada. [17]
3.
Analogi
(Tamtsil)
Termasuk alat pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam
terminologi disebut qiyas. Analogi ialah menetapkan hukum (baca: predikat) atas
sesuatu hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan
antara dua sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur, 1) asal, yaitu
kasus parsial yang hukumnya, 2) cabang, kasus parsial yang hendak diketahui
hukumnya, 3) titik kesamaan antara asal dan cabang, dan 4) hukum yang sudah ditetapkan
atas asal.[18]
4.
Hati
dan Ilham
Ada beberapa pra-syarat untuk memiliki pengetahuan, yaitu konsentrasi,
akal yang sehat dan indra yang sehat. Jika syarat-syarat itu terpenuhi maka
seseorang akan mendapatkan pengetahuan lewat indra dan akal. Kemudian pengetahuan
dapat dimiliki lewat hati. Pengetahuan ini akan diraih dengan syarat seperti,
membersihkan hati dari kemaksiatan, memfokuskan hati kepada alam yang lebih
tinggi, mengosongkan hati dari fanatisme dan mengikuti aturan syara’. Seseorang
yang hatinya seperti itu akan terpantul di dalamnya cahaya Illahi dan
kesempurnaanNya. Namun, ada beberapa hal yang menjadi penghalang pengetahuan
seperti, sifat sombong, fanatisme, taqlid (buta tanpa dasar yang kuat),
dan mencintai materi terlalu berlebihan. [19]
E.
Kedudukan Ilmu dalam Islam
Dalam Al Qur’an dan Hadist banyak
sekali dijelakan tentang keutamaan ilmu, dan sahabat Nabi Umar bin Khathab
mengatakan, “ Wahai sekalian manusia. Hendaklah kalian menuntut ilmu, karena
sesungguhnya Allah memiliki selendang kecintaan bagi siapa yang mempelajari
ilmu. Sedangkan Imam Muhammad bin Hanbal pernah berkata, kebutuhan manusia akan
ilmu jauh lebih besar dari pada kebutuhannya terhadap makan dan minum. Menurut
Mu’az bin Jabal, dengan ilmu Allah bisa ditaati, disembah dan diesakan.[20]
Hal tersebut di atas membuktikan bahwa Islam
sangat mengutamakan kedudukan ilmu. Adapun kedudukan ilmu dalam Islam sebagai
berikut:
1.
Ilmu sebagai Petunjuk Keimanan
Ilmu yang benar oleh Islam dianggap sebagai pembawa dan penunjuk
keimanan. Allah berfirman:
zNn=÷èuÏ9ur úïÏ%©!$# (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# çm¯Rr& ,ysø9$# `ÏB Îi/¢ (#qãZÏB÷sãsù ¾ÏmÎ/ |MÎ6÷çGsù ¼ã&s! öNßgç/qè=è% 3 ¨bÎ)ur ©!$# Ï$ygs9 tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä 4n<Î) :ÞºuÅÀ 5OÉ)tGó¡B ÇÎÍÈ
dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al
Quran Itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka
kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang
beriman kepada jalan yang lurus.
Makna yang terkandung dalam ayat di atas bahwa ilmu terlebih dahulu
kemudian iman. Agar mereka tahu, kemudian beriman. Sedangkan iman diiringi oleh
gerak hati dalam bentuk ikhbat (takut dan segan), khusyu’ (penuh
konsentrasi) kepada Allah. Demikianlah, ilmu membuahkan iman, dan iman
membuahkan ikhbat dan tawadhu’ kepada Allah Tuhan semesta alam. [21]
Ilmu yang baiklah yang menghidayati keimanan, dan iman yang haklah
yang melapangkan wawasan ilmu. Dengan demikian, keduanya merupakan sejoli yang
saling bertafahum. Bahkan keduanya saling bekerja sama. Islam menghendaki ilmu
yang berada di bawah naungan iman dan segala nilainya luhur. [22]
Kutipan di atas menjelaskan bahwa ilmu datang sebelum iman. Dengan
bekal ilmu manusia mampu mengetahui dan memahami siapa penciptanya, sehingga
muncul iman dalam diri manusia untuk mampu bertaqwa kepada Allah SWT.
2.
Ilmu sebagai Petunjuk Beramal
Menurut pandangan Islam, selain sebagai petunjuk keimanan, ilmu
juga menjadi petunjuk beramal. Imam Al Bukhari dalam kitab Al Jami’ ush
Shahih mengemukakan bahwa ilmu merupakan syarat sahnya berbicara dan
berbuat. Ucapan dan perbuatan tidak berarti apa-apa kecuali bila didasari ilmu
yang harus terlebih dahulu ada. Berawal dengan ilmu, kemudian beramal. Adapun
induk ilmu adalah ma’rifatullah (mengenal Allah) dan mengesakan-Nya. Ilmu
adalah syarat penting bagi amal, agar amal menjadi shahih dan berlalu dengan
mulus menurut perintah Allah, baik itu berupa ibadah kepada Allah ataupun dalam
bentuk muamalah sesama manusia. [23]
Muaz meriwayatkan sebuah hadist tentang keutamaan ilmu, ia
mengatakan, “ ilmu merupakan imamnya amal, dan amal sebagai pengikutnya.
“ suatu ibadah tidak bakal berjalan dengan benar jika pelakunya tidak
mengerti apa syarat yang wajib diikuti dan rukun yang wajib dipenuhi. [24]
Seseorang hendaknya memahami suatu ibadah yang dikerjakan itu sesuai secara
syarat dan rukunnya itu benar atau tidak, dan untuk memahaminya seseorang harus
berilmu. Maka bisa dikatakan bahwa dengan ilmu seseorang mampu memahami makna
dari amal ibadah yang dilakukannya.
Karena sesungguhnya ilmulah yang bisa menilai suatu perbuatan benar
atau tidak, yang membedakan yang afdhal dengan yang tidak, membedakan
yang shahih dengan yang tidak shahih, membedakan yang diterima
dengan yang ditolak, membedakan sunnah dengan yang bid’ah. Ilmulah yang bisa
memberikan harga dan nilai hukum segala bentuk perbuatan. [25]
Di samping itu, ilmu pengetahuan mempunyai kedudukan tertinggi
dalam pandangan Islam, yaitu: 1) Ilmu pengetahuan adalah alat untuk mencari
kebenaran, 2) Ilmu pengetahuan sebagai prasarat amal shalih, 3) Ilmu
pengetahuan adalah alat untuk mengelola sumber-sumber alam guna mencapai ridha
Allah Swt, 4) Ilmu pengetahuan sebagai alat penghubung daya pikir, dan 5) Ilmu
pengetahuan sebagai hasil pengembangan daya fikir. [26]
Ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam tidak dapat dipisahkan, karena
perkembangan masyarakat Islam serta tuntutannya dalam membangun membangun
seutuhnya (jasmani-rohani) sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ilmu
pengetahuan yang dicerna melalui proses pendidikan. [27]
Artinya bahwa ilmu pengetahuan itu bisa diperoleh melalui proses pendidikan,
sehingga antara ilmu pengetahuan dan pendidikan Islam merupakan satu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan. Pendidikan Islam sebagai tempat diperolehnya ilmu
pengetahuan, dan ilmu pengetahuan merupakan hasil dari terlaksananya sebuah
pendidikan.
F.
Etika Penggunaan ilmu
Etika memang tidak termasuk dalam
kawasan ilmu, namun tidak dapat disangkal etika berperan dalam perbincangan
tentang ilmu pengetahuan. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang menyangkut
kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini terjadi keharusan
untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan
ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi
mendatang, dan bersifat universal. Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah
untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk
menghancurkan eksistensi manusia. Tanggung jawab etis tentu saja tidak
selamanya menghambat perkembangan ilmu pengetahuan bahkan sebaliknya adanya
beban tanggung jawab etis dapat lebih memacu perkembangan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Tujuannya adalah supaya manusia terinspirasi, termotivasi, dan terpacu
mengembangkan ilmu pengetahuan yang tidak mencelakakan diri dan generasinya
sendiri. Tentu saja kesadaran manusia untuk memahaminya harus secara terus
menerus dibangkitkan tanpa henti. [28]
Penjelasan di atas dapat di ambil
kesimpulan bahwa dalam menggunakan maupun mengembangkan ilmu pengetahuan
hendaknya memperhatikan kepentingan-kepentingan generasi selanjutnya. Subyek
yang mencari ilmu pengetahuan adalah manusia, dan ilmu pengetahuan itu untuk
kepentingan manusia itu sendiri. Memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya
di dunia ini, untuk itu dalam penggunaanya harus didasari rasa tanggung jawab
dan memiliki, tidak merusak maupun menyalahgunakan ilmu pengetahuan tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
Dari penjelasan pada bab sebelumnya,
dapat penulis simpulkan menjadi beberapa hal yang penting, seperti berikut:
1.
Pengertian
dari Ilmu Pengetahuan merupakan hasil dari usaha manusia untuk mengetahui
tentang segala sesuatu di dunia ini, serta menyesuaikan hasil pemikirannya
dengan kenyataaan yang ditemukan di dunia ini.
2.
Pengertian
Iman adalah kepercayaan dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang mampu
menciptakan kenyamanan dalam batinnya.
3.
Pengertian
amal adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dalam rangka untuk beribadah
kepada Allah SWT.
4.
Hubungan
ketiganya bahwa dengan ilmu pengetahuan sesorang mampu mengetahui siapa
Tuhannya, sehingga tumbuh iman di dalam dirinya. Seseorang yang beriman akan
melakukan amal shalih sebagai wujud taqwa terhadapNya. Dengan ilmu pengetahuan
pula seseorang mampu memahami amalan apa yang seharusnya dilakukan dan
ditinggalkan dalam beribadah.
5.
Metode
memperoleh pengetahuan dalam bersifat observatif, trial and error dan
eksperimental.
6.
Sumber
pengetahuan dalam Islam, sumber pokoknya adalah Al Qur’an dan Hadist. Sedangkan
para filosofis berpendapat terdapat beberapa sumber pengetahuan dan alat
pengetahuan, seperti alam fisik, alam akal, analogi, hati dan ilham.
7.
Keutamaan
ilmu dalam Islam, yaitu ilmu sebagai petunjuk keimanan dan ilmu sebagai
petunjuk beramal.
8.
Etika
penggunaan ilmu, sebaiknya ilmu yang dimiliki itu dikembangkan dengan
memperhatikan kepentingan generasi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
ABD. Aziz, Filsafat
Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, Yogyakarta:
TERAS, 2009
Abul A’la Maududi, Dasar-dasar Iman, Bandung: Pustaka, 1986
Achmad Charris
Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia, Yogyakarta: LESFI,
2002
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1989
Maragustam, Filsafat
Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global,
Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2010
M. Zainudin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam,
Bayumedia, 2003
Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2009
Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta:
Ar Ruzz Media,2005
Yusuf Al
Qardlawi, Metode dan Etika
Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah, Bandung: CV ROSDA, 1989
[1] Rizal
Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar: 2009, hlm. 139
[2] Achmad Charris
Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia, Yogyakarta:
LESFI, 2002, hlm. 125
[3] QS. Al
Mujadallah:58:11
[5] Abul A’la
Maududi, Dasar-dasar Iman, Bandung: Pustaka, 1986, hlm. 3
[6] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1989, hlm. 25
[7] M. Zainudin, Filsafat
Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Bayumedia, 2003, hlm. 109-111
[8] Ibid,
hlm. 113-115
[11] Suparlan
Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Ar Ruzz
Media,2005,hlm. 93-96
[12]
ABD. Aziz, Filsafat
Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, Yogyakarta: TERAS,
2009, hlm. 98
[13] Ibid,
hlm. 99
[14] Maragustam, Filsafat
Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global,
Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2010, hlm. 41-43
[16] Ibid,
hlm. 101
[20] Yusuf Al
Qardlawi, Metode dan Etika
Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah, Bandung: CV ROSDA, 1989, hlm.
8-9
[22] Ibid,
hlm. 14
[26] ABD. Aziz, Filsafat
Pendidikan Islam Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam, ...hlm.105-106